
sintang zkr.com. Panitia Pekan Gawai Dayak (PGD) Kabupaten Sintang ke-XII tahun 2025 menggelar seminar budaya yang membahas berbagai isu nyata yang tengah dihadapi masyarakat Kabupaten Sintang. Di antaranya adalah persoalan sampah serta banyaknya desa yang masuk ke dalam kawasan hutan.
Seminar dilaksanakan pada Kamis, 17 Juli 2025, di Rumah Betang Tampun Juah, Jerora Satu, Sintang. Kegiatan ini menghadirkan lima narasumber dan diikuti oleh pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) dari 14 kecamatan, pengurus DAD Kabupaten Sintang, mahasiswa, serta tokoh-tokoh Dayak.
Ketua Panitia PGD, Toni, dalam sambutan pembukaan seminar menyampaikan harapannya agar seminar budaya ini benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat Dayak. Ia menekankan bahwa hasil dari seminar hendaknya didokumentasikan dan dapat dijadikan rujukan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan.
“Kebetulan saya berada di Komisi D DPRD Sintang yang membidangi lingkungan, jadi cukup relevan. Siapa tahu hasil seminar ini bisa menjadi bahan untuk penyusunan peraturan daerah (Perda). Dalam waktu dekat, kami juga akan mendorong Perda tentang galian C di perusahaan, Perda perlindungan petani, serta revisi Perda induk tata ruang yang lama,” jelas Toni.
Toni mengungkapkan bahwa beberapa regulasi seperti Perda tata ruang, jika tidak direvisi, berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Ia mencontohkan beberapa desa di Kecamatan Kelam yang sejak lama dihuni oleh masyarakat adat, kini kesulitan memperoleh sertifikat tanah karena wilayahnya masuk dalam kawasan hutan.
“Fungsi seminar budaya ini seharusnya menjadi wadah pencarian solusi akademik terhadap permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat kita,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua DAD Kabupaten Sintang, Jeffray Edward, dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar seperti ini seharusnya juga melibatkan unsur pemerintah seperti camat dan kepala desa.
“Pengalaman saya sebagai Ketua DAD, kadang-kadang antara pengurus adat dan pihak pemerintah belum berjalan selaras. Lewat seminar ini, saya harap bisa terbentuk pola kemitraan yang lebih kuat agar lembaga adat dapat mendukung penuh program-program pemerintah,” tutur Jeffray.
Jeffray juga mengamini bahwa permasalahan hutan adat hingga kini masih menjadi isu utama yang dihadapi masyarakat adat. Ia turut menyinggung wacana program transmigrasi ke Kalimantan Barat yang seharusnya dipikirkan bersama agar sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat.
“Masukan dari akademisi dan para tokoh dalam seminar budaya ini sangat penting agar kebijakan pemerintah benar-benar berdampak positif bagi masyarakat adat,” tegas Jeffray.
Adapun lima narasumber yang hadir dalam seminar budaya tersebut adalah:
- Salfius Seko, S.H., M.H.
- Dr. Redin, S.H., M.H.
- Dr. Kamaludin, S.Hut., M.MA.
- Dr. Antonius, S.Hut., M.P.
- Antonius Antong, S.E.









