Cegah Perundungan, Kejari Sintang Gelar Program Jaksa Masuk Sekolah

 Sintang

Sintang zkr.com. Program Jaksa Masuk Sekolah yang digelar oleh Kejaksaan Negeri Sintang pada Kamis, 17 Juli 2025, diikuti oleh ratusan pelajar dari enam SMP negeri dan swasta di Kabupaten Sintang, baik secara luring maupun daring. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber yang fokus membahas pencegahan bullying atau perundungan di kalangan pelajar.

Adapun narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Diva Nur Annisa, Jaksa Fungsional di Kejaksaan Negeri Sintang, dan dr. Yohanes, Sp.KJ, dokter spesialis kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Sudiyanto Sintang.

Diva Nur Annisa menjelaskan bahwa bullying berdampak serius, baik bagi pelaku maupun korban. Pelaku dapat dikenai sanksi hukum dan sosial, sedangkan korban bisa mengalami ketakutan, kesedihan, rasa malu, bahkan trauma.

“Ada undang-undang yang melindungi anak dari tindakan bullying. Pelaku bisa ditegur, diproses secara internal oleh sekolah, bahkan melalui jalur hukum jika perbuatannya tergolong berat. Kami mengingatkan kepada para pelajar untuk tidak melakukan bullying, tidak diam jika melihat kejadian tersebut, dan berani berbicara kepada guru, orang tua, atau pihak berwenang. Peran guru dan orang tua sangat penting. Bullying bisa terjadi dalam bentuk fisik, sosial, verbal, maupun melalui dunia maya (cyber bullying),” terang Diva.

Sementara itu, dr. Yohanes menjelaskan bahwa suatu tindakan bisa disebut bullying apabila melibatkan ketidakseimbangan kekuatan, atau tidak adanya perlawanan dari korban.

“Jika ada perlawanan atau kekuatannya seimbang, itu bukan bullying, melainkan kenakalan biasa. Bullying bisa dilakukan secara langsung, tradisional, maupun melalui media digital (cyber bullying). Bahkan, pelaku bisa menjadi korban secara sosial ketika tindakannya mendapat sorotan atau hukuman,” ujar dr. Yohanes.

Ia menambahkan bahwa bullying memiliki dampak luas, baik secara fisik, mental, maupun sosial. “Perundungan paling sering terjadi di lingkungan sekolah, terutama di kalangan anak dan remaja. Data UNICEF menunjukkan bahwa dua dari tiga anak berusia 13–17 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, pernah mengalami bullying, dan sekitar 41 persen anak melaporkan pernah mengalaminya. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk bullying sangat beragam,” jelasnya.

Menurut dr. Yohanes, bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap teman sebaya yang tidak mampu membela diri.

“Pelaku biasanya lebih kuat, memiliki keinginan untuk menguasai atau mendominasi. Korban cenderung terisolasi, tidak mampu melawan, dan sangat membutuhkan perlindungan. Di sekitar mereka, juga sering ada pengamat—yang bisa menjadi pendukung pelaku, pembela korban, atau hanya penonton pasif,” tambahnya.

Ia pun merinci bentuk-bentuk bullying yang umum terjadi, antara lain: memukul, menendang, merusak atau merampas barang milik orang lain, mengejek, menghina, menyampaikan pernyataan bernuansa rasis, mengucilkan dari kelompok, hingga menyebarkan rumor atau gosip.

 

Related Posts

Tinggalkan Balasan